BUDAYA “BELI” LAKI-LAKI DI RANAH MINANG
Ada yang menggelitik (akhir-akhir ini saya suka sekali menggunakan istilah ini) ketika saya berkenalan dengan seseorang. Kenalan baru saya itu pasti bertanya, Aslinya mana? (pernah saya tulis di KOMPASIANA BLOGSHOP dengan judul ORANG MANA?) dan saya menjawab, saya orang Bandung, tapi keturunan Padang. Lalu kenalan saya tersebut pasti langsung bertanya. Kalau di Padang laki-laki dibeli yah? hmm..
Ketika
pertama kali saya mendapat pertanyaan itu adalah saat saya masih SMP
kelas satu. Saat itu tentu saya hanya bingung, karena saya tidak
mengerti apa maksudnya? Respon saya saat itu adalah bengong. Hahaha..
Pertanyaan yang tadi itu, selalu menyertai saya sampai saat ini, ketika
menginjak kuliah, saya coba untuk studi literature di beberapa buku budaya minang diantaranya dengan judul budaya Minangkabau dan tentu saya juga berusaha mengorek keterangan dari ayah dan ibu saya yang asli orang sana.
Dari penelitian yang saya dapatkah ( hehe.. lebay.com) dan juga jawaban ayah dan ibu, istilah adat tersebut bukan disebut membeli tapi namanya uang penjemput.
Nah lho…apa sih itu?? Uang penjemput itu maksudnya (menurut penjelasan secara sederhana yang diuraikan oleh ayah dan ibu ) bahwa
keluarga perempuan harus menjemput laki-laki dengan semacam bawaan atau
uang. Lho… kenapa harus begitu kataku saat itu. Itu untuk menghargai
keluarga pihak laki-laki yang telah melahirkan dan membesarkannya,
sehingga ketika anak atau kemenakan (Red: keponakan) mereka menikah dan
meninggalkan rumah, mereka tidak merasa kehilangan ( Hmm… mungkin karena
alasan itulah, maka ada istilah dibeli, padahal siapa sih yang mau jual
anaknya..hahahaha…). Itu uraikan dari ayah dan ibuku.
Nah…
saya kemudian membaca beberapa buku. Disana diterangkan bahwa keluarga
perempuan harus memberikan semacam oleh-oleh untuk menjemput laki-laki
dengan maksud karena biasanya seorang anak laki-laki adalah tumpuan
harapan dari keluarganya, sementara ketika mereka menikah menjadi tumpuan harapan keluarga perempuan….bener gak sih???
Budaya ini mungkin pernah anda dengar juga di kebudayaan India, dimana pihak perempuan juga harus memberikan sesuatu kepada
pihak laki-laki. Dalam film-film India, malah diceritakan si pihak
laki-laki selalu meminta hal yang sangat berlebihan sehingga
kadang-kadang pesta pernikahan itu menjadi batal.
Sebetulnya, tidak semua suku minang memberlakukan sistem ba japuik (uang penjempun) ini, hanya di nagari pariaman aja (salah kota di Sumatera Barat). Memang kebetulan ayah dan ibu saya adalah orang pariaman. Ayah dan ibu saya juga terkena adat tersebut hehe. . . . .
Secara akal sederhana, tentu kita protes…kok gitu sih…biasanya juga perempuan yang dikasih. Bukan laki-laki..kok bisa begitu? Berpikir sederhana tentu saja tapi mari kita pelajari maksudnya.
Saya pikir budaya seperti itu sangat baik sekali, pendapat tersebut dipikirkan berdasarkan beberapa alasan yakni;
Alasan pertama, karena memang seperti biasanya ketika seorang laki-laki menikah dengan perempuan, maka dia menjadi milik pihak keluarga perempuan disadari atau tanpa tanpa disadari.Dalam kehidupan keluarga, istri memegang peranan yang cukup besar baik dari segi ekonomi maupun dalam segi lainnya. Apa yang dikemukakan, yang dirunding, dan yang diputuskan untuk urusan pengelolaan rumah tangga itu menjadi urusan pihak istri ( anda boleh protes… tapi begitulah adanya.. hehe)
Biasanya dalam sebuah keluarga, yang
menentukan peran dan mengatur segalanya adalah ibu, sementara ayah
biasanya hanya mencari nafkah dan membiarkan ibu yang mengatur
segalanya.( Hahaha… terus terang saya juga seperti itu, jika anda tidak yaa . . mungkin itu yang dinamakan kekecualian).
Alasan yang kedua, biasanya sebagai perempuan kita harus menunggu disunting orang agar bisa menikah, tapi di Pariaman …hahaha jangan salah… kita lho yang mencari jodoh, ya memang bukan kita pribadi biasanya diwakilkan oleh ninik mamak (paman) kita, nanti dicari laki-laki yang kiranya cocok dengan keluarga kemudian, mereka bertanya pada kita, mau tidak atau jika pilihannya banyak,,, kita bisa memilih lho..hahahah.
Nah… setelah kita memilih, para ninik mamak akan berunding untuk pergi kekeluarga laki-laki tersebut untuk melamar… setelah itu, memang
sih pada akhirnya gimana laki-laki tersebut apa mau atau tidak pada
kita. Ya sebetulnya sama aja ketika ada laki-laki yg melamar perempuan
tentu bisa berjalan kalau perempuannya mau. Nah biasanya sih mereka
minta photo kita, dan coba menjajaki. By the way…kita bisa memilih dan
jangan takut gak laku…karena kita.. perempuan yang menentukan.
Alasan ketiga, kenapa
saya suka dengan adat ini adalah kita bisa memilih laki-laki mana yg
kita suka.. wew…keren banget (dgn catatan..tentu kalau laki-lakinya juga
suka ama kita. Hehehe. ) gak masalah. Makanya..kalau sekarang ada orang
yang bertanya hal tersebut, saya akan langsung mengiyakan dan setuju.
Bagaimana jika laki-laki tersebut mintanya yg macam?...
Biasanya besarnya uang penjemput itu sudah seperti ditentukan oleh mufakat keluarga minang,
misalnya kalau petani sekian… kalau dokter sekian..tentu berbeda…tidak
mungkin sama. Makanya…jika ingin dijemput mahal harus sekolah dan
bekerja yang bagus hehehe…
Saat ini budaya tersebut masih ada karena memang suku minang sangat kuat sekali memegang adat. Kami pun, walaupun hidup diperantauan tidak melupakan adat. Dalam pelaksanaannya, untuk dapat menjalankan adat biasanya bisa dilakukan banyak hal. Misalnya, jika ada pasangan yang sudah mengenal terlebih dahulu, karena sama-sama suka maka mereka berdua yg berkerja sama untuk menyedakan uang penjemputnya atau bahkan laki-laki yang memberikan dulu untuk menjemput dirinya sendiri ( hahaha . . .) Atur-atur sajalah, gampang kok, gak usah ribet, karena biasanya uang penjemput itu tidak dibagikan di keluarga pihak laki-laki tapi digunakan untuk biaya pesta di keluarga laki-laki atau bahkan dikembalikan pada pasangan tersebut untuk modal mereka berumah tangga /dagang /beli rumah dsb.
Oleh
karena itu, kita tidak boleh memandang jelek suatu adat karena mungkin
ada hal lain dibalik itu semua. Ini hanya opini saja boleh setuju
tidakpun its ok, yang penting peace…..
Bandung, 01 maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar