ANNA ISPRIANTI
DOA
Doamu seperti
paracetamol
Yang dapat
membuatku tentram seketika
Ketika nyeri ini
menjalar dalam raga
Doamu tak beda dengan
antibiotik
Yang tak boleh
dihentikan
Ketika aku sudah
memulainya
Doamu merambat
manis melalui kehangatan
Dan tak
kupungkiri
Bahwa aku mulai
kecanduan Doa Darimu...
By: Anna
HIP 2014
AKHIR CERITA AKU, KAMU, DAN KITA
Semula hanya
file biasa
Kini jadi cerita
yang menggetarkan jiwa
Bercerita tentang
pintu coklat besar bergagang besar
Meja dan kursi
yang tersusun rapi
Menantang meja
besar yang tinggi dihadapannya
Setiap hari
wallpaper coklat itu memandang aku, kamu dan kita
Pilar-pilar
besar itu berdiri kokoh menopang kuat langit-langit kelas
Dan lampu-lampu
itu memandang cerah kita yang ada dibawahnya
Mulanya memang
file biasa
Tapi kini aku
bisa mencium aroma khas kelas kita
Aku bisa
merasakan dinginnya pendingin ruangan
Dan aku bisa
merasakan kehadiranku, kamu dan kita
Tak pernah kukira
slide-slide infokus di layar putih itu penunjuk waktu untuk kita
Ketika cahaya-cahaya
infokus itu redup
Selesailah sudah
Kutatap kembali
fotoku, kamu dan kita
Meja dan kursi
itu tidak lagi ada pemiliknya
Dinding-dinding
terasa beku
Pilar-pilar
merasa tak berguna
Lampu-lampu
enggan bercahaya
By: Anna
HIP 2014
RINDU SEPARUH HATI
Malam
mengajarkan kejujuran
Tentang
bintang-bintang jatuh penuh harapan
Tentang
cahaya bulan yang indah
yang sesekali
tertutupi awan-awan hitam yang nakal
Ketika bulan
tersenyum menyinari mimpi
Yang berkata
adalah hati
Tak ada yang
lebih jujur dari sebongkah hati
Kutuliskan puisi
ini dari separuh hati yang ada
Karena sebagian
hati ku titipkan dalam hatimu yang teduh
Ketika bintang
jatuh aku hanya memohonkan
Separuh hatimu
kan kubiarkan
separuh keteduhan ada dalam hatimu...
By : Anna
2014
CINTA KURTILAS
Perseteruan hati
yang kompleks yang tidak bisa diungkapkan dengan eksplanasi kompleks karena
semua melalui prosedur kompleks
Ketika hati
berpuisi, ketika hati berpantun, semua hanya bisa dipaparkan melalui teks
eksposisi tanpa argumentasi
Apakah semua itu
hanya anekdot atau bagian dari otobiografi?
Semua itu kelak
akan menjadi cerita ulang untuk kita jadikan cerita pendek tanpa koda
HAMPA
Redupnya langit hari ini mengingatkanku akan sebuah kisah
Kisah
ketika harapan bersandar pada dahan kering tak berdaun
Berlayar
pada sampan tak bertuan
Berbaring
di atas tanah kering dan tak rata
Dinginnya
udara hari ini membuatku merasakan sesuatu
Perasaan
yang terbawa angin ke arah tak tentu
Perasaan
yang tenggelam ke dasar lautan gelap tak bercahaya
Dan
perasaan yang terombang ambing daun kering di atas riaknya arus sungai
Sungai
yang tak bertepi
CERITA TENTANG HUJAN DAN EMBUN
Rindu hujan adalah
rindu kamu
Ketika hujan turun
Rintiknya menembus
pori-pori hati yang memecah kerinduan
Tapi hujan selalu
datang tiba-tiba
Lalu berhenti
seketika
Seperti
bermain-main dalam rindu yang melanda
Bukan rindu ini
yang aku inginkan
Aku ingin embun
Bukan hujan
Karena embun
selalu hadir menyambutku
Karena embun tidak
pernah ragu menyapaku
Karena embun tidak
pernah mau beranjak dari setiap kelopak dan helaian daun
Karena embun
selalu setia pada kerinduanku
Anna
Isprianti, S.Pd.
Lahir 16 Februari
1980, adalah guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMKN 7 Bandung. Pendidikan S1
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI
ANNI SETIYANI
RAHASIA ILAHI
Selangkah demi selangkah kulalui
Setapak demi setapak kususuri
Tak terasa kehidupan berlalu seiring waktu
Orang - orang tercinta pergi satu persatu
Takdir telah memanggil tanpa pilih pilih
Seiring waktu yang semakin senja
Bekal apakah yang telah kupunya
Takdir entah kapan menghampitri kita
Dunia hanyalah fana
Tempat singgah manusia sementara
Ya Allah luruskanlah jalan hambaMu
Singgahkanlah hambaMu di tempatMU dalam kesucian dan
bersihnya dari murkaMu
Hamba tak tahu kapan takdirMu menghampiriku
Hanya Kau yang maha tahu dan maha pemurah
BENCANA
Oh .. bencana mengapa kau datang tiba-tiba
Memporakporandakan kota tercinta
Garut jadi carut marut
Air yang menerjang membuat warga takut
Bangunan..kendaraan ikut hayut
Warga terkejut dan takut
Korban bergelimpangan
Wajah-wajah duka melanda kota
Dosa apakah yang kami buat
Semua terpaku menatap reruntuhan
Isak tangis korban yang tak tertahan
Membuat kita simpati pada penderitaannya
Sampai tangis kita tak tertahan
ANNI SETIYANI
Adalah guru bahasa Indonesia di SMK
AI SURYANI
DI SINI DEMO ANGKOT TERJADI LAGI
Untuk kesekian kalinya demo terjadi lagi di sini
Lagi dan lagi?
Tolong pikirkan!
Anak mau sekolah tak ada angkot
Suami mau kerja tak ada angkot
Istri mau ke pasar tak ada angkot
Orang sakit mau berobat tak ada angkot
Pengajar, pegawai, pedagang, pengamen, pengemis mau usaha tak ada angkot
Semua bergantung pada angkot?
Katanya bebaskan kota kita dari kemacetan
Tapi karena demo semua jadi macet!
Hentikan demo!
Demo!
Macet!
mendesak keangkuhan!
Bandung, Oktober 2017
BAGIMU ANAKKU
Berlarilah dengan cepat, anakku!
Kejar cahya mentari itu
Sebelum petang datang menjelang
Tersenyumlah dengan riang, anakku!
Songsong fajar itu
Selagi napasmu masih panjang
Katakan tidak pada bujukan durjana
Tutup matamu pada gemerlap dunia maya
Kukuhkan kakimu pada jalan berliku nan menanjak itu
Demi secercah harapanmu di sana
Demi indahnya mayapadamu di sana
Demi setitik asa
ayah bundamu
Buang gundah gulanamu
Di depanmu membentang harapan
Berjuanglah biar susah menghampirimu, lalu sirna
Gerbang itu kan menanti, pasti.
BERMAIN LUDO
Kata ibu,
Hidup bagai main ludo
Yang bergerak dia yang selamat
Yang cepat dia yang dapat
Yang berani dia yang berhasil
Yang beruntung dia pemenangnya
Kata ibu,
Hidup harus bergerak lincah
Hidup harus berpikir tepat
Hidup harus berani berjuang
Hidup harus sarat manfaat
Demi satu kata ‘sukses’
Kata ibu,
Main ludo dan hidup perlu strategi
Main ludo dan hidup perlu berpikir
Main ludo dan hidup capai ‘keabadian’
HANI MULYANI
SENDIRIKU
Ketika aku sangat menikmati kesedihan dan kesunyian dalam diriku
itulah sendiriku.
Ketika aku berteman dengan kehampaan jiwaku
Itulah sendiriku.
Ketika aku bergairah dengan rasa duka dan kecewaku
Itulah sendiriku.
aku bercengkrama dengan banyaknya kata
yang tak mampu dan
tak ingin kuungkapkan karena itu milikku.
kataku sangat banyak...lembaran kertas pun tak akan
sanggup menampung
semua kataku yang berdiam dalam rongga hatiku.
Itulah sendiriku.
Tapi sendiriku juga yg membuatku hidup
Sendiriku hanya
menjadi milikku
dan tak ingin kubagi dengan yang lain kecuali denganMu
karena sendiriku adalah aku
MERINDUKANMU
Tak ada yang abadi kecuali diriMu
Tak ada yang mengerti aku kecuali diriMu
Tak ada yang membuatku rindu kecuali diriMu
Tak ada yang membuat diriku bahagia secara utuh kecuali
diriMu
Tak ada yang membuat diriku terpesona kecuali diriMu
Tak ada yang membuatku malu kecuali DiriMu
Tak ada yang membuat diriku tenang kecuali diriMu
Sungguh aku merindukanMu
TERJAGA
Malam yang dingin
Selimut yang membungkus tubuhku semakin kudekap erat
Tapi tetap tak menghilangkan dinginnya malam
Desah napas orang tidur
Bumi yang dingin dan kelam
Menambah sulitnya mataku untuk kembali terpejam.
Kuhempaskan selimut
Kududuk kaku membisu
Sementara pikiranku menari-nari, membentuk untaian
peristiwa hidup
Yang aku jalani, aku lewati selama ini.
Dingin kian menusuk kulit
Menemani gelisahku dalam sepi.
Dinding kamar yang lembab kupandangi
Menemani diriku
yang sunyi.
Kucoba rebahkan lagi tubuhku pada kasur yang sudah usang.
Kupilih untuk melafazkan salam rinduku pada pemilik keabadian.
Selesai, mataku pun terpejam menjemput mimpi yang sempat
menjauh.
TERSESAT
Keringat mengucur deras
Membasahi sekujur tubuh mereka
Hawa panas membakar jiwa mereka yang gersang
Letupan amarah bergolak tak terbendung
Setan saling berbisik sambil tertawa puas
Sementara malaikat menangis
Meratapi insan
yang durhaka
Bumi pun jadi kelam sekelam jiwa mereka yang penuh noda
Ah.. kapankah jiwa mereka kembali pada pamilik keabadian?
Kapankah mereka sucikan jiwanya dengan kembali mereguk
Cinta kasih sang kekasih abadi?
SEMUA TENTANG MEREKA
Semua tentang mereka
Ya bukan yang lain
Semua setopan mereka singgahi
Sambil bawa kaleng atau dengan sekedar tepuk tangan.
Kadang saat lampu merah,
Mereka mulai menyimpan rasa malunya dan menengadahkan
tangannya
Meminta untuk kepingan uang recehan.
Kadang lompat masuk ke dalam angkot
Dengan harapan perutnya yang kosong terisi lagi oleh
belas kasih penumpang.
Mereka simpan sesaat harga dirinya demi sesuap nasi
ataupun sekeping uang recehan
Semua tentang mereka
Ya bukan yang lain
Mereka kadang tidur pulas di pinggir jalan dan meminjam
kehidupan si kaya lewat mimpinya.
HANI
MULYANI
Adalah
guru bahasa Indonesia di SMKN 3 Bandung. Pendidikan S1 Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan
FERI
HERYANTO
RINDU DAMAI
Tahukah
kalian para pendusta .....?
Damai telah kalian perkosa secara
paksa.
Lalu ia lenyap entah kemana.
Ku coba cari di hati orang-orang yang
katanya suci
Tak kudapati....
Ku cari lagi di hati para penguasa
Namun tak jua kujumpa.
Aku mulai pontang-panting mencari
Ku cari di hati...., ternyata hanya ada
dengki
Ku cari di hatinya....., ternyata hanya
terbersit harta
Ku cari di hati tuan....., ternyata
hanya peduli jabatan
Ku cari di hati nyonya....., ternyata
terselip takut sengsara.
Coba kau tengok akibat ulahmu ini
hey........ para pendusta !
Peluru mulai memburu sesama jiwa
Mereka lupa bahwa semua bersaudara
Irama bom pun mulai menggeliat
dimana-mana
Seakan tak peduli anak-anak kehilangan
ceria.
Tuhan yang Maha Cinta.........
Dapatkah Kau hadirkan kembali sang damai ?
Karna kami rindu hidup disela-sela
nafasnya.
Feri Heriyanto, S.Pd
Adalah guru Bahasa Indonesia di SMK Buana Karya Bandung
RINA ARMAINI
SAJAK
KINI
Desah lara membayangi rembulan
Makna hidupnya tak sejalan
Cahaya lampu lebih menawan
Membuat kota semakin rupawan
Siapa yang hirau risak tangis rembulan
Kota besar semakin cemerlang
Gemerlap cahaya adalah perlambang
Peradaban semakin berkembang
Atau karena dunia semakin usang
Bandung
2017
RESAH
Berjalan mengitari jajaran mesin
Pabrik besar sebuah produsen nomor wahid
Gerakan dinamis dan konstan
Ditunjukkan oleh para pekerja
Suara denting dan deru mesin
Mengiringi gerak
pekerja
Dan bel pun bersiul
Serta merta semua pekerja berhenti
Duduk diselasar antara deretan mesin
Menikmati makan
siang yang telah tersedia
Sepiring nasi dan lauk ala kadar
Pekerja lain duduk menikmati secangkir kopi
Siang yang benderang
Kipas angin tak berpengaruh
Panas menyesak keringat membanjir
Siulan bel pun terdengar kembali
Semua pekerja bangkit menyelesaikan remah terakhir
Untuk kembali ke rutinitas
Suara mesin kembali menderu
Gerakan konstan dan dinamis terlihat kembali
Panas semakin mendera
Kipas angin bekerja keras
Namun sama sekali tak berpengaruh
Berhari-hari
Berbulan- bulan
bertahun-tahun
Dan aktivitas itu terus berulang
Bandung 2017
KOTA BANDUNG
Kabut meresap pagi
Dingin
Tetesan embun mulai lenyap
Cahaya mentari pun
tersenyum
Jalanan itu kembali kutempuh
Sebuah nostalgia
Menyusuri kembali kota tua mu
Tempat dahulu kita pernah bersama
Ya… dulu
Nuansa kota mu tak berubah
Tetap hangat
Walau jalanan semakin riuh
Terbesit tanya didada
Masihkah engkau bernapas di kota ini?
Gedung merdeka
Bukan hanya kenangan konfrensi
Namun juga kenangan atas
Janjimu saat itu
Janji yang pernah kauucapkan
Janji yang saat ini membuat aku
Sampai di kotamu lagi..
Bandung
2017
Rina
Armaini
Lahir
di Bandung tanggal 17 Maret 1976, adalah guru bahasa Indonesia di SMKN 8
Bandung. Beberapa karyanya telah dimuat di majalah dan buku antologi puisi.
Menulis buku pelajaran, menulis cerpen, dan beberapa artikel.
SYAFHIRA WIGUNA
SEBENING MATA MU
Mentari di ujung
senja
Aku lelah bertapa,
bersembunyi dan menghindar
Jauh darimu, jauh
dari khayalmu
Aku tak lagi muda
Butuh hatimu, butuh
rindumu
Mengapa masih saja
menghitung-hitung?
Bukankah bukti
adalah nyata
Sebening matamu
kau raih hatiku
Tak perlu berkata
cukuplah menatap saja
Tapi mengapa kau
palingkan wajahmu
Ketika sudah
kuraih hatimu jua.
Sudah kau toreh
luka yang membisu
Kau tancapkan jua
sembilu
Tidaklah
terlambat, buang kata itu!
“Harus ada
penggantiku”
Bandung 2014
SOSOK MUNGIL
Terik mentari membakar kulit
Sosok mungil kumal kecoklatan
Ada lingkar hitam di kelopak matanya
Cucur keringat temani napas yang tersembul di ujung jari
Bagaimana rasa dihidupnya?
Berbalut luka hingga perih tak berasa
yang jelas ia tetap bersyukur
dan tak pernah mengumpat Tuhan
Berpegangan,
menari, tertawa
hingga renyah kerupuk yang di mulutnya perlahan raib
Tak terpikir sedetik pun, maut mengintai
bahkan begitu lincah seolah untung akan datang
Sosok mungil... badai itu ada
Bertahankah kau pada lembar yang layu
Yakinkan dirimu untuk tidak bertumpu
Pada kejujuran yang palsu
Bandung, 2014
CINTAMU
MURAHAN
Jangan mencintaiku dengan murah!!! Bagai kupu-kupu malam, yang menggebu-gebu
penuh nafsu. Padahal jauh dilubuk hatinya, punya rindu yang tak berbekas. Tidak
juga cinta Ibu tiri yang sering dilantunkan dari bibir ke bibir. Atau seorang
ayah yang bengis menghabisi masa depan putrinya.
Cintai aku seperti cinta Rasul pada istri-istrinya,
mengayomi dan mengajaknya selamat dunia akhirat. Bagai cinta Romi dan Juli,
sehidup semati. Juga cinta ibu sepanjang masa, yang tak membiarkan anaknya
kelaparan meski perutnya tak diam, keroncongan.
Apa iya kau tak tau isyarat itu? Atau memang sudah
tabiatmu tak menghargai hati. Seperti memungut sampah lantas kau buang kembali.
Atau jangan-jangan kau bagian dari iblis. Kasar! Tega! Murahan!
Tak inginkah kau merasakan sejuknya embun pagi yang
menyentuh kulit, perlahan mencair di terik mentari yang naik ke gumpalan awan.
Atau dinginnya mata air yang mengalir menyejuk raga. Atau lantunan qori yang
menenangkan jiwa.
Ah... Engkau beku! kaku!
Bandung, 2015
Syafhira Wiguna
kelahiran Rantau 18 April 1980. Kota asal Aceh Tamiang,
Provinsi Aceh. Berprofesi sebagai guru. Kegemaran menulis puisi dan olah raga.
Motto yakni akulah sebuah titik yang memulakan sebuah goresan dalam kehidupan.
Beragama Islam. Sudah mempunyai dua putra dan satu putri. Merekalah yang
memberi magnet kekuatan dalam kehidupan.
TRI SULASTRI
DOA KAMI
Kamu selalu memberiku seutas senyum
Ditengah terik mentari
Ditengah laju prahara
Bahkan dilorong gelap menakutkan
Kamu pernah membawaku kehamparan padang safana
Menemukan titik RidhoNya
Alunkan Dzikir dengan rima dan intonasi indah
Serta buliran Do'a seolah lengkapi hidupku
Diputaran ketujuh Tawwaf kamu selalu tersenyum
Memangku rindu seraya bertasbih
Pun ditempat multazam kita bergandengan
Aku dan kamu dalam basuh kasih Allah
Terimakasih,
Atas cinta yang kau beri tiada henti
Semoga dipenghujung Nadi cinta kita berakhir........
BENTANG PENGORBANAN
Aku yang merindu
Diharibaanmu hai sang pemilik hati
Mengalir diantara aliran darah
Tergores pedih dalam jantung
Menapaki nurani yang memangku rindu
Teramat dahsyat....
Aku merindui peluk hangatmu
Dikedalaman rasa
Senandung lirih dipenghujung Arrahman
Tak terasa air mata mengiringi Do'a malam
Bahkan deras isakpun
Tak mampu menyapamu
Kan kuraba garis wajahmu
Yang dulu menentang terik mentari
Kan kubasuh luka rindumu
Yang dulu berdebat hebat demi nafkah kami
Tanpa bentangan pengorbananmu
Aku bukan siapa-siapa Ayah....
Aku yang merindumu
Duhai Ayahku......
GARIS KERINDUAN
Tentang kemuning senja merasuk sukma
Rona merah lengkapi garis kerinduan
Perempuan berparas ayu
Memangku dagu
Diantara laju perahu
Rona merah lengkapi garis kerinduan
Perempuan berparas ayu
Memangku dagu
Diantara laju perahu
Ia menanti janji pilu
Yang perlahan sinarnya menyapu
Mega beranjak menjemput sang malam
Kelam, pekat menakutkan
Masih disini,
Yang perlahan sinarnya menyapu
Mega beranjak menjemput sang malam
Kelam, pekat menakutkan
Masih disini,
Perempuan berparas ayu berambut
panjang,
Air matanya mulai menitik
Bermuara diranum pipinya
Tercabik nuraninya
Menjelma diantara kegundahan yang tersembunyi
Air matanya mulai menitik
Bermuara diranum pipinya
Tercabik nuraninya
Menjelma diantara kegundahan yang tersembunyi
Perlahan bibirnya mulai bergetar
Mengangkat ribuan kata yang ingin diucap,
Tapi....
Yang mampu terucap hanya kata
"pulanglah kakang..... "
Mengangkat ribuan kata yang ingin diucap,
Tapi....
Yang mampu terucap hanya kata
"pulanglah kakang..... "
Hj.
Sulastri, M.MPd.
Lahir di adalah
guru bahasa Indonesia di SMKN 10 Bandungm beberapa karya sebelumnya : Semilir
Kerinduan, Senja dipasir putih, Ketika masku pergi, Sunset dan ujung Pandangku,
Geliat malam