Senin, 20 Agustus 2018

ANTOLOGI PUISI - PUISI KARYA GURU BAHASA INDONESIA SMK KOTA BANDUNG


ANNA ISPRIANTI



DOA 


Doamu seperti paracetamol
Yang dapat membuatku tentram seketika
Ketika nyeri ini menjalar dalam raga

Doamu tak beda dengan antibiotik
Yang tak boleh dihentikan
Ketika aku sudah memulainya

Doamu merambat manis melalui kehangatan
Dan tak kupungkiri
Bahwa aku mulai kecanduan Doa Darimu...

By: Anna
HIP 2014


AKHIR CERITA AKU, KAMU, DAN KITA


Semula hanya file biasa
Kini jadi cerita yang menggetarkan jiwa

Bercerita tentang pintu coklat besar bergagang besar
Meja dan kursi yang tersusun rapi
Menantang meja besar yang tinggi dihadapannya

Setiap hari wallpaper coklat itu memandang aku, kamu dan kita
Pilar-pilar  besar itu berdiri kokoh menopang kuat langit-langit kelas
Dan lampu-lampu itu memandang cerah kita yang ada dibawahnya

Mulanya memang file biasa
Tapi kini aku bisa mencium aroma khas kelas kita
Aku bisa merasakan dinginnya pendingin ruangan
Dan aku bisa merasakan kehadiranku, kamu dan kita
Tak pernah kukira slide-slide  infokus di layar putih itu penunjuk waktu untuk kita
Ketika cahaya-cahaya  infokus itu redup
Selesailah sudah

Kutatap kembali fotoku, kamu dan kita
Meja dan kursi itu tidak lagi ada pemiliknya
Dinding-dinding terasa beku
Pilar-pilar merasa tak berguna
Lampu-lampu enggan bercahaya

By: Anna
HIP 2014

RINDU SEPARUH HATI


Malam mengajarkan kejujuran
Tentang bintang-bintang jatuh penuh harapan
Tentang cahaya  bulan yang indah
yang sesekali tertutupi awan-awan hitam yang nakal

Ketika bulan tersenyum menyinari mimpi
Yang berkata adalah hati
Tak ada yang lebih jujur dari sebongkah hati

Kutuliskan puisi ini dari separuh hati yang ada
Karena sebagian hati ku titipkan dalam hatimu yang teduh
Ketika bintang jatuh aku hanya memohonkan 
Separuh hatimu
kan kubiarkan separuh keteduhan ada dalam hatimu...

By : Anna
2014

CINTA KURTILAS


Perseteruan hati yang kompleks yang tidak bisa diungkapkan dengan eksplanasi kompleks karena semua melalui prosedur kompleks
Ketika hati berpuisi, ketika hati berpantun, semua hanya bisa dipaparkan melalui teks eksposisi tanpa argumentasi
Apakah semua itu hanya anekdot atau bagian dari otobiografi?
Semua itu kelak akan menjadi cerita ulang untuk kita jadikan cerita pendek tanpa koda

HAMPA


Redupnya langit hari ini mengingatkanku akan sebuah kisah
Kisah ketika harapan bersandar pada dahan kering tak berdaun
Berlayar pada sampan tak bertuan
Berbaring di atas tanah kering dan tak rata
Dinginnya udara hari ini membuatku merasakan sesuatu
Perasaan yang terbawa angin ke arah tak tentu
Perasaan yang tenggelam ke dasar lautan gelap tak bercahaya
Dan perasaan yang terombang ambing daun kering di atas riaknya arus sungai
Sungai yang tak bertepi

 

CERITA TENTANG HUJAN DAN EMBUN


Rindu hujan adalah rindu kamu
Ketika hujan turun
Rintiknya menembus pori-pori hati yang memecah kerinduan
Tapi hujan selalu datang tiba-tiba
Lalu berhenti seketika
Seperti bermain-main dalam rindu yang melanda
Bukan rindu ini yang aku inginkan

Aku ingin embun
Bukan hujan
Karena embun selalu hadir menyambutku
Karena embun tidak pernah ragu menyapaku
Karena embun tidak pernah mau beranjak dari setiap kelopak dan helaian daun
Karena embun selalu setia pada kerinduanku
 

Anna Isprianti, S.Pd.
Lahir  16 Februari 1980, adalah guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMKN 7 Bandung. Pendidikan S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI

 ANNI SETIYANI


RAHASIA ILAHI


Selangkah demi selangkah kulalui
Setapak demi setapak kususuri
Tak terasa kehidupan berlalu seiring waktu
Orang - orang tercinta pergi satu persatu
Takdir telah memanggil tanpa pilih pilih

Seiring waktu yang semakin senja
Bekal apakah yang telah kupunya
Takdir entah kapan menghampitri kita
Dunia hanyalah fana
Tempat singgah manusia sementara

Ya Allah luruskanlah jalan hambaMu
Singgahkanlah hambaMu di tempatMU dalam kesucian dan
bersihnya dari murkaMu
Hamba tak tahu kapan takdirMu menghampiriku
Hanya Kau yang maha tahu dan maha pemurah

BENCANA


Oh .. bencana mengapa kau datang tiba-tiba
Memporakporandakan kota tercinta
Garut jadi carut marut
Air yang menerjang membuat warga takut

Bangunan..kendaraan ikut hayut
Warga terkejut dan takut
Korban bergelimpangan
Wajah-wajah duka melanda kota

Dosa apakah yang kami buat
Semua terpaku menatap reruntuhan
Isak tangis korban yang tak tertahan
Membuat kita simpati pada penderitaannya
Sampai tangis kita tak tertahan


ANNI SETIYANI
Adalah guru bahasa Indonesia di SMK


AI SURYANI


DI SINI DEMO ANGKOT TERJADI LAGI


Untuk kesekian kalinya demo terjadi lagi di sini
Lagi dan lagi?
Tolong pikirkan!
Anak mau sekolah tak ada angkot
Suami mau kerja tak ada angkot
Istri mau ke pasar tak ada angkot
Orang sakit mau berobat tak ada angkot
Pengajar, pegawai, pedagang, pengamen, pengemis mau usaha tak ada angkot
Semua bergantung pada angkot?
Katanya bebaskan kota kita dari kemacetan
Tapi karena demo semua jadi macet!
Hentikan demo!
Demo!
Macet!
mendesak keangkuhan!


Bandung, Oktober 2017

BAGIMU ANAKKU


Berlarilah dengan cepat, anakku!
Kejar cahya mentari itu
Sebelum petang datang menjelang

Tersenyumlah dengan riang, anakku!
Songsong fajar itu
Selagi napasmu masih panjang

Katakan tidak pada bujukan durjana
Tutup matamu pada gemerlap dunia maya
Kukuhkan kakimu pada jalan berliku nan menanjak itu

Demi secercah harapanmu di sana
Demi indahnya mayapadamu di sana
Demi  setitik asa ayah bundamu

Buang gundah gulanamu
Di depanmu membentang harapan
Berjuanglah biar susah menghampirimu, lalu sirna
Gerbang itu kan menanti, pasti.

BERMAIN LUDO


Kata ibu,
Hidup bagai main ludo
Yang bergerak dia yang selamat
Yang cepat dia yang dapat
Yang berani dia yang berhasil
Yang beruntung dia pemenangnya

Kata ibu,
Hidup harus bergerak lincah
Hidup harus berpikir tepat
Hidup harus berani berjuang
Hidup harus sarat manfaat
Demi satu kata ‘sukses’

Kata ibu,
Main ludo dan hidup perlu strategi
Main ludo dan hidup perlu berpikir
Main ludo dan hidup capai ‘keabadian’




HANI MULYANI


SENDIRIKU


Ketika aku sangat menikmati  kesedihan dan kesunyian dalam diriku
itulah sendiriku.
Ketika aku berteman dengan kehampaan jiwaku
Itulah sendiriku.
Ketika aku bergairah dengan rasa duka dan kecewaku
Itulah sendiriku.
aku bercengkrama dengan banyaknya  kata
yang  tak mampu dan tak ingin kuungkapkan karena itu milikku.
kataku sangat banyak...lembaran kertas pun tak akan sanggup menampung
semua kataku yang berdiam dalam rongga hatiku.
Itulah sendiriku.
Tapi sendiriku juga yg membuatku hidup
Sendiriku  hanya menjadi  milikku
dan tak ingin kubagi dengan yang lain kecuali denganMu
karena sendiriku adalah aku

MERINDUKANMU


Tak ada yang abadi kecuali diriMu
Tak ada yang mengerti aku kecuali diriMu
Tak ada yang membuatku rindu kecuali diriMu
Tak ada yang membuat diriku bahagia secara utuh kecuali diriMu
Tak ada yang membuat diriku terpesona kecuali diriMu
Tak ada yang membuatku malu kecuali DiriMu
Tak ada yang membuat diriku tenang kecuali diriMu
Sungguh aku merindukanMu
TERJAGA
Malam yang dingin
Selimut yang membungkus tubuhku semakin kudekap erat
Tapi tetap tak menghilangkan dinginnya malam
Desah napas orang tidur
Bumi yang dingin dan kelam
Menambah sulitnya mataku untuk kembali terpejam.
Kuhempaskan selimut
Kududuk kaku membisu
Sementara pikiranku menari-nari, membentuk untaian peristiwa hidup
Yang aku jalani, aku lewati  selama ini.
Dingin kian menusuk kulit
Menemani gelisahku dalam sepi.
Dinding kamar yang lembab kupandangi
Menemani  diriku yang sunyi.
Kucoba rebahkan lagi tubuhku pada kasur yang sudah usang.
Kupilih untuk melafazkan salam rinduku pada pemilik keabadian.
Selesai, mataku pun terpejam menjemput mimpi yang sempat menjauh.

TERSESAT

Keringat mengucur deras
Membasahi sekujur tubuh mereka
Hawa panas membakar jiwa mereka yang gersang
Letupan amarah bergolak tak terbendung
Setan saling berbisik sambil tertawa puas
Sementara malaikat menangis
Meratapi  insan yang durhaka
Bumi pun jadi kelam sekelam jiwa mereka yang penuh noda
Ah.. kapankah jiwa mereka kembali pada pamilik keabadian?
Kapankah mereka sucikan jiwanya dengan kembali mereguk
Cinta kasih sang kekasih abadi?

SEMUA TENTANG MEREKA


Semua tentang mereka
Ya bukan yang lain
Semua setopan mereka singgahi
Sambil bawa kaleng atau dengan sekedar tepuk tangan.
Kadang saat lampu merah,
Mereka mulai menyimpan rasa malunya dan menengadahkan tangannya
Meminta untuk kepingan uang recehan.
Kadang lompat masuk ke dalam angkot
Dengan harapan perutnya yang kosong terisi lagi oleh belas kasih penumpang.
Mereka simpan sesaat harga dirinya demi sesuap nasi ataupun sekeping uang recehan
Semua tentang mereka
Ya bukan yang lain
Mereka kadang tidur pulas di pinggir jalan dan meminjam kehidupan si kaya lewat mimpinya.


HANI MULYANI
Adalah guru bahasa Indonesia di SMKN 3 Bandung. Pendidikan S1 Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
  


FERI HERYANTO


RINDU DAMAI


Tahukah  kalian  para pendusta .....?
Damai telah kalian perkosa secara paksa.
Lalu ia lenyap entah kemana.

Ku coba cari di hati orang-orang yang katanya suci
Tak kudapati....
Ku cari lagi di hati para penguasa
Namun tak jua kujumpa.

Aku mulai pontang-panting mencari
Ku cari di hati...., ternyata hanya ada dengki
Ku cari di hatinya....., ternyata hanya terbersit harta
Ku cari di hati tuan....., ternyata hanya peduli jabatan
Ku cari di hati nyonya....., ternyata terselip takut sengsara.

Coba kau tengok akibat ulahmu ini hey........ para pendusta !
Peluru mulai memburu sesama jiwa
Mereka lupa bahwa semua bersaudara
Irama bom pun mulai menggeliat dimana-mana
Seakan tak peduli anak-anak kehilangan ceria.

Tuhan yang Maha Cinta.........
Dapatkah Kau  hadirkan kembali sang damai ?
Karna kami rindu hidup disela-sela nafasnya.

  
Feri Heriyanto, S.Pd
Adalah guru Bahasa Indonesia di SMK Buana Karya Bandung

  

RINA ARMAINI


SAJAK KINI


Desah lara membayangi rembulan
Makna hidupnya tak sejalan
Cahaya lampu lebih menawan
Membuat kota semakin rupawan
Siapa yang hirau risak tangis rembulan

Kota besar semakin cemerlang
Gemerlap cahaya adalah perlambang
Peradaban semakin berkembang
Atau karena dunia semakin usang

Bandung  2017

RESAH


Berjalan mengitari jajaran mesin
Pabrik besar sebuah produsen nomor wahid
Gerakan dinamis dan konstan
Ditunjukkan oleh para pekerja
Suara denting dan deru mesin
Mengiringi  gerak pekerja

Dan bel pun bersiul
Serta merta semua pekerja berhenti
Duduk diselasar antara deretan mesin
Menikmati  makan siang yang telah tersedia
Sepiring nasi dan lauk ala kadar
Pekerja lain duduk menikmati secangkir kopi

Siang yang benderang
Kipas angin tak berpengaruh
Panas menyesak keringat membanjir
Siulan bel pun terdengar kembali
Semua pekerja bangkit menyelesaikan remah terakhir
Untuk kembali ke rutinitas

Suara mesin kembali menderu
Gerakan konstan dan dinamis terlihat kembali
Panas semakin mendera
Kipas angin bekerja keras
Namun sama sekali tak berpengaruh

Berhari-hari
Berbulan- bulan
bertahun-tahun
Dan aktivitas itu terus berulang

Bandung  2017

KOTA BANDUNG


Kabut meresap pagi
Dingin  
Tetesan embun mulai lenyap
Cahaya mentari  pun tersenyum

Jalanan itu kembali kutempuh
Sebuah nostalgia
Menyusuri kembali kota tua mu
Tempat dahulu kita pernah bersama
Ya… dulu

Nuansa kota mu tak berubah
Tetap hangat
Walau jalanan semakin riuh
Terbesit tanya didada
Masihkah engkau bernapas di kota ini?

Gedung merdeka
Bukan hanya kenangan konfrensi
Namun juga kenangan atas
Janjimu saat itu

Janji yang pernah kauucapkan
Janji yang saat ini membuat aku
Sampai di kotamu lagi..


Bandung  2017


Rina Armaini
Lahir di Bandung tanggal 17 Maret 1976, adalah guru bahasa Indonesia di SMKN 8 Bandung. Beberapa karyanya telah dimuat di majalah dan buku antologi puisi. Menulis buku pelajaran, menulis cerpen, dan beberapa artikel.

SYAFHIRA WIGUNA

SEBENING MATA MU


Mentari di ujung senja
Aku lelah bertapa, bersembunyi dan menghindar
Jauh darimu, jauh dari khayalmu

Aku tak lagi muda
Butuh hatimu, butuh rindumu
Mengapa masih saja menghitung-hitung?
Bukankah bukti adalah nyata

Sebening matamu kau raih hatiku
Tak perlu berkata cukuplah menatap saja
Tapi mengapa kau palingkan wajahmu
Ketika sudah kuraih hatimu jua.

Sudah kau toreh luka yang membisu
Kau tancapkan jua sembilu
Tidaklah terlambat, buang kata itu!
“Harus ada penggantiku”

Bandung 2014

 

SOSOK MUNGIL

Terik mentari membakar kulit
Sosok mungil kumal kecoklatan
Ada lingkar hitam di kelopak matanya
Cucur keringat temani napas yang tersembul di ujung jari

Bagaimana rasa dihidupnya?
Berbalut luka hingga perih tak berasa
yang jelas ia tetap bersyukur
dan tak pernah mengumpat Tuhan

Berpegangan,  menari, tertawa
hingga renyah kerupuk yang di mulutnya perlahan raib
Tak terpikir sedetik pun, maut mengintai
bahkan begitu lincah seolah untung akan datang

Sosok mungil... badai itu ada
Bertahankah kau pada lembar yang layu
Yakinkan dirimu untuk tidak bertumpu
Pada kejujuran yang palsu
Bandung, 2014

CINTAMU MURAHAN


Jangan mencintaiku dengan murah!!!  Bagai kupu-kupu malam, yang menggebu-gebu penuh nafsu. Padahal jauh dilubuk hatinya, punya rindu yang tak berbekas. Tidak juga cinta Ibu tiri yang sering dilantunkan dari bibir ke bibir. Atau seorang ayah yang bengis menghabisi masa depan putrinya. 
Cintai aku seperti cinta Rasul pada istri-istrinya, mengayomi dan mengajaknya selamat dunia akhirat. Bagai cinta Romi dan Juli, sehidup semati. Juga cinta ibu sepanjang masa, yang tak membiarkan anaknya kelaparan meski perutnya tak diam, keroncongan.
Apa iya kau tak tau isyarat itu? Atau memang sudah tabiatmu tak menghargai hati. Seperti memungut sampah lantas kau buang kembali. Atau jangan-jangan kau bagian dari iblis. Kasar! Tega! Murahan!
Tak inginkah kau merasakan sejuknya embun pagi yang menyentuh kulit, perlahan mencair di terik mentari yang naik ke gumpalan awan. Atau dinginnya mata air yang mengalir menyejuk raga. Atau lantunan qori yang menenangkan jiwa.
Ah... Engkau beku! kaku!
Bandung, 2015
Syafhira Wiguna
kelahiran Rantau 18 April 1980. Kota asal Aceh Tamiang, Provinsi Aceh. Berprofesi sebagai guru. Kegemaran menulis puisi dan olah raga. Motto yakni akulah sebuah titik yang memulakan sebuah goresan dalam kehidupan. Beragama Islam. Sudah mempunyai dua putra dan satu putri. Merekalah yang memberi magnet kekuatan dalam kehidupan.

TRI SULASTRI


DOA KAMI


Kamu selalu memberiku seutas senyum
Ditengah terik mentari
Ditengah laju prahara
Bahkan dilorong gelap menakutkan

Kamu pernah membawaku kehamparan padang safana
Menemukan titik RidhoNya
Alunkan Dzikir dengan rima dan intonasi indah
Serta buliran Do'a seolah lengkapi hidupku

Diputaran ketujuh Tawwaf kamu selalu tersenyum
Memangku rindu seraya bertasbih
Pun ditempat multazam kita bergandengan
Aku dan kamu dalam basuh kasih Allah

Terimakasih,
Atas cinta yang kau beri tiada henti
Semoga dipenghujung Nadi cinta kita berakhir........




BENTANG PENGORBANAN


Aku yang merindu
Diharibaanmu hai sang pemilik hati
Mengalir diantara aliran darah
Tergores pedih dalam jantung

Menapaki nurani yang memangku rindu
Teramat dahsyat....
Aku merindui peluk hangatmu
Dikedalaman rasa

Senandung lirih dipenghujung Arrahman
Tak terasa air mata mengiringi Do'a malam
Bahkan deras isakpun
Tak mampu menyapamu

Kan kuraba garis wajahmu
Yang dulu menentang terik mentari
Kan kubasuh luka rindumu
Yang dulu berdebat hebat demi nafkah kami

Tanpa bentangan pengorbananmu
Aku bukan siapa-siapa Ayah....
Aku yang merindumu
Duhai Ayahku......



GARIS KERINDUAN

Tentang kemuning senja merasuk sukma
Rona merah lengkapi garis kerinduan
Perempuan berparas ayu
Memangku dagu
Diantara laju perahu
Ia menanti janji pilu
Yang perlahan sinarnya menyapu
Mega beranjak menjemput sang malam
Kelam, pekat menakutkan
Masih disini,
Perempuan berparas ayu berambut panjang,
Air matanya mulai menitik
Bermuara diranum pipinya
Tercabik nuraninya
Menjelma diantara kegundahan yang tersembunyi
Perlahan bibirnya mulai bergetar
Mengangkat ribuan kata yang ingin diucap,
Tapi....
Yang mampu terucap hanya kata
"pulanglah kakang..... "
Hj. Sulastri, M.MPd.
Lahir di  adalah guru bahasa Indonesia di SMKN 10 Bandungm beberapa karya sebelumnya : Semilir Kerinduan, Senja dipasir putih, Ketika masku pergi, Sunset dan ujung Pandangku, Geliat malam